Semangat.....

Success Will Never come to you but you must search it.....

Selasa, 21 Februari 2012

Essay


PENDIDIKAN MULTIKULTURAL SEBAGAI INTEGRASI DUALISME MASYARAKAT INDONESIA




Ringkasan
Tampaknya Indonesia sedang dilanda krisis solidaritas sosial yang sangat kritis, sebagai bukti nyata   pluralitas yang terbangun di tanah  air yang bernaung dibawah semboyan Bhineka Tunggal Ika harus melalui momentum seperti gempa, tsunami, gunung meletus, hingga lumpur lapindo. Bukan kesadaran sosial terhadap satu dengan yang lainnya.
Membangun rasa bersatu diatas kesadaran kebhinekaan  yang ada kini telah benar-benar menjadi proyek besar bangsa ini. Rasa dan kesadaran untuk bersatu yang dulu pernah tercipta kini telah benar-benar hampir lenyap, bahkan masyarakat bangsa ini telah menggeser dan melupakan modal  dimensi kehidupan yang dulu pernah ditata rapih oleh para founding father sebagai tatanan untuk menciptakan karakter bangsa Indonesia;: pancasila.
Sebenarnya, kesadaran bangsa, pluralitas bangsa dan multikulturalisme  yang menjadi kenyataan pada bangsa Indonesia tidak cukup untuk membangun bangsa ini , dibutuhkan kesadaran untuk bersatu menghasilkan ke-ikaan. Dibutuhkan keterbukaan untuk menghasilkan penerimaan. Perlunya penghapusan diskriminasi budaya dan perbedaan; ketertutupan.



















Pendiri bangsa indonesia telah mengikrarkan “kebebasan positif”[1] sebagai bagian tak terpisahkan dari hidup bersama. Namun setelah diikrarkannya enam puluh enam tahun silam, episteme tersebut belum menjadi milik semua elemen bangsa ini. sekalipun demokrasi yang esensi sesungguhnya adalah kebebasan positif dan telah terpatri sebagai pijakan dasar pelaksanaan pemerintahan orde reformasi 1998, implementasi the founding fathers tersebut defacto masih jauh dari relaitas hidup bersama, bahkan cenderung menjadi angan-angan belaka.
Banyak peraturan daerah yang mengekang hak-hak dasar individu untuk mewujudkan dimensi eksistensial kemanusiaan setiap anggota masyarakat dalam menyelesaikan masalah yang bersumber dari perbedaan keyakinan dan pendapat, serta pilihan politik dalam berbangsa dan bernegara, merupakan bukti nyata betapa nihilnya kebebasan positif itu. Hal demikian sangat bertolak belakang dengan nilai-nilai demokrasi. Memilih penyelesaian masalah dengan kekerasan dan anarkhisme merupakan musuh utama demokrasi.
Namun, sebuah keterbalikan nyata justru terjadi, anarkhisme kini menjadi symbol pengentasan terhadap suatu masalah, politik cenderung tidak sehat, kualitas sosial juga semakin mengalami degradasi mutu. Pertanyaan yang relevan dilontarkan adalah bagaimanakah sebenarnya kondisi masyarakat kita. Mengapa masyarakat kita cenderung lebih gamang melihat suatu perbedaan? Hanya segelintir saja yang mampu menerima keberagaman. Apakah ini pertanda bahwa Indonesia kita masih menganut dualisme masyarakat yaitu: Masyarakat Terbuka dan Masyarakat Tertutup?

Masyarakat Terbuka dan Masyarakat Tertutup: Sebuah
Kritik Sosial

Banyak upaya untuk mewujudkan kebaikan bersama di negeri ini mandek. Karena masyarakat tidak cukup kritis terhadap dogmatisme yang hendak menyingkirkan semua argumen rasional tentang bagiaman merawat bangsa. “ Masyaratakat terbuka merupakan sebuah gerak pencarian cita-cita berlandaskan rasionalisme kritis. Bagaiaman masyarakat membaca hal ideal dalam konteks keindonesiaan yang penuh dengan irasionalitas serta kebebasan dan berbagai adat, budaya yang akhirnya melebur mejadi satu dalam payung Keindonesiaan tanpa melepas ciri dan karakter masing-masing.
Pluralitas seperti ini akan sulit sekali dibangun kecuali oleh masyarakat terbuka, yang mana mampu menerima perbedaan, kritik, serta ancaman tidak dengan kekerasan. Dari hal tersebut, bangsa Indonesia sangat percaya bahwa masyarakat terbuka adalah cita-cita yang layak diperjuangkan, serta sangat sah untuk membunuh musuh-musuh masyarakat terbuka tersebut. Seperti salah satunya yaitu penyakit masyarakat tertutup.
Dimana masyarakat tertutup merupakan musuh besar dari masyarakat terbuka, dimana masyarakat tersebut akan menjadi penyakit menular dan akhirnya menjadi penyebab kematian dini bangsa ini. Masyarakat tertutup cenderung mempertahankan eksistensinya  melalui ketaatan mutlak dimana hanya meihat satu komunitas atau kelompok tertentu saja. Di dalamnya terdapat jejaring kewajiban yang saling mengikat untuk menyatukan anggotanya. Moralitas dasaranya adalah moralitas perintah yang tidak mengizinkan orang mempertanyakan kode-kode sosial yang berlaku. Masyarakat tertutup bisa di ibaratkan  seperti kehidupan semut saja, yang mana mereka tidak peduli dengan mahluk di luar.
Namun sayangnya, Masyarakat bangsa kita masih menganut paham masyarakat tertutup. Jika hal tersebut terus berkelanjutan, secara obyektif, akan sulit sekali menumbuhkan rasa saling memiliki, kesatuan berbangsa, serta peduli. Terkecuali jika masyarakat tersebut mengembalikan dirinya dalam tingkatan instingtif  demokrasi yang membebaskan sebagaimana yang terjadi pada komponen sistem alam yang masih menyala.
Selain itu, Masyarakat tertutup secara detail mengatur kewajiban  warganya sampai ke hal-hal sepele, sehingga pengandaian bahwa orang taat menjalankan kewajiban moral karena pertimbangan rasional tidaklah masuk akal. Juga seandainya orang/ individual tersebut menimbang-nimbang kaidah moral yang akan dipatuhi nalar sekedar melayani dorongan purba itu. Ego sosial yang membuat orang patuh tersebut tidak selalu berhubungan dengan suara hati atau kesadaran moral otonom.  Hal tersebut sangat bertolak belakang dengan cita-cita Indonesia yang terkandung dalam “Demokrasi Sosial” dan diaplikasikan dalam Masyarakat Terbuka; dimana masyaraktnya menganut nilai-nilai humanis-universal seperti kebebasan, pengakuan atas perbedaan, jaminan atas hak,-hak mendasar, menghargai rasionalitas dan kepedulian pada pihak lain; demi mencapai titik tertinggi persatuan dibawah naungan Bhineka Tunggal Ika.

Menciptakan Cuaca Cerah  Demokrasi Sosial Indonesia
Dari narasi kritis diatas, dapat ditarik benag merah antara demokrasi dan masyarakat terbuka. Sebaliknya, masyarakat terbuka merupakan syarat mutlak bagi demokrasi. Demokrasi tidak akan mungkin tumbuh berkembang dalam sebuah masyarakat yang dikungkung oleh kondisi eksternal, terbelenggu keyakinan ekslusif, dan terdeterminasi pandangan tradisional dan kekuasaan absolute.
Mengingat keberadaan suatu masyarakat tidak lepas dari individu, Kondisi-kondisi yang diperlukan dalam membangun masyarakat terbuka adalah tidak terlepas pula dari membangun kualitas individu itu sendiri. Kualitas individual yang diperlukan untuk itu adalah karakter pribadi yang demokratis.
Karakter pribadi demokratis mencakup empat hal.[2] (1)Pribadi yang mengakui adanya  persamaan hak setiap orang dan mengakui bahwa setiap individu memiliki kesempatan yang sama dalam merealisasikan dalam setiap gagasan dan keyakinan dalam ruang publik[3]. (2) Pribadi yang tulus mengakui perbedaan dalam masyarakat. [4] Dalam demokrasi, pengakuan adanya keperbedaan amat penting; perbedaan merupakan jiwa yang membuat demokrasi lebih bermakna. Ia merupakan keharusan dalam membangun masyarakat terbuka jua, karena sikap dasar untuk mengakui adnya perbedaan dalam realitas sosial adalah ketulusan. (3)pribadi yang berpikir dewasa. [5] Pola pikir dewasa merupakan syarat mendasar dalam membangun masyarakat terbuka. (4) Pribadi yang rasional. Pribadi rasional juga meripakan syarat mendasar bagi pembentukan karakter demokratis, karenapribadi tersebut adalah senjata untuk melawan sisi negatif serta merupakan bagian mendasar dari eksistensi manusia. Untuk mencapai pembangunan dalam  mewujudkan karakter tersebut, masyarakat memerlukan media yaitu diantaranya Pendidikan yang berbasis multikultural sebagai pembuka cara hidup dan cara pandang  tertutup.

Urgensi Pendidikan Multikultural

Setidaknya ada tiga  mendasar perlunya memotret serta menciptakan kesadaran akan demokrasi ke-Indonesiaan kita, diantaranya, (1)  Bangsa Indonesia masih sangat jauh dari episteme masyarakat terbuka. Dimana kualitas hidup berbangsa dan bernegara masih mengindikasikan masyarakat tertutup. Pengakuan atas perbedaan dalam berkeyakinan, kebebasan berekspresi dalam ruang publik, serta pengakuan atas hak-hak mendasar setiap pribadi dan kelompok belum menyentuh kehidupan bersama. Masih banyak masyarakat yang menjiwai pola pikir feodal, percaya pada ritus-ritus tradisional yang irasional, dan gamang dengan perbedaan. Mereka pun masih tampak menikmati dan merasa nyaman hidup dalam sistem kekuasaan otoriter dan totaliter.
(2) Animo bangsa Indonesia untuk maju tampak begitu besar.[6] Dan ke (3) Empiris Bangsa ini adalah pluralitas. Tidak ada bngsa Indonesia tanpa keanekaragaman. Kemerdekaan 1945 sesungguhnya merupakan upaya untuk mematrikan eksistensi pluralitas dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika” pendek kata, keanekaragaman merupakan kenyataan tak terbantahkan. Sayangnya kemajemukan itu belum merasuk dibenak kesadaran masyarakat. Ia masih berada dalam tataran historis-empiris.
Dari potret diatas, persoalan mendasar yang harus dihadapi bersama adalah bagaimana melabuhkan episteme masyarakat Indonesia dari masyarakat tertutup menuju masyarakat terbuka. Atau dengan kata lain apa yang harus dilakukan dengan segera agara potensi pluralitas itu bisa menjadi aktus, masuk dalam kesadaran masyarakat? Atau mampu menerima kemajemukan sebagai asset kekayaan bangsa dan bukan sebagai ancaman.
Artinya, kita benar-benar  membutuhkan karakter pribadi demokratis demi terwujudnya cita-cita bangsa ini, yaitu pribadi yang berani bersuara dan bertindak mengakui perbedaan sebagai hal mendasar, pribadi yang memberi ruang kebebsan eksistensi lebih luas kepada setiap individu, pribadi yang gamang terhadap terminologi mayoritas-mayoritas. Pribadi seperti itu sangat mendesak untuk dibentuk.
Generasi muda adalah subjek yang patut diperhatikan  dalam pembentukan karakterpribadi demokratis seperti itu, serta patut sebagai penyangga tiang masyarakat terbuka. Artinya, subjek  yang perlu dididik dilatih berpikir terbuka berdasarkan nilai-nilai demokratis adalah generasi muda. Karena itu pendidikan demokratis generasi muda wajib diperhatikan.
Model pendidikan multikultural adalah sangat tepat. Esensi pendidikan tersebut adalah pengakuan dan penghargaan terhadap perbedaan. Dengankata lain, model pendidikan ini mengajarkan kepada peserta didik bahwa perbedaan adalah bagian tak terpisahkan eksistensi manusia. Perbedaan merupakan kekayaan bangsa, ia berasal dari keunikan setiap individu yang memiliki keberagaman latar belakang. Afirmasi terhadap beragam latar belakang ini penting karena member makna bagi kehidupan bersama.
Tujuan utama pendidikan multicultural adalah menanamkan  kesadaran dan mengakui pluralitas sebagai realitas eksistensial masyarakat.  Dua hal tersebut akan mampumembuat peserta didik mampu melihat perbedaan sebagai perekat dalam realitas sosial.  Pendidikan multicultural memang menekankan pada kesederajatan setiap anggota masyarakat. Namun, pengakuan ini tidak menafikan keneka ragaman yang ada didalam kesederajatan. Pengakuan itu justru mmebiarkannya untuk terus hidup.  Pendidikan multicultural juga juga membentuk karakter anggota masyarakat yang inklusif. Sehingga pendidikan multicultural akan selalu menumbuhkembangkan  sikap toleransi dan solidaritas sosial. Karena itu, pengakuan terhadap heteroginitas merupakan subtansi pendidikan multikultural.
Subtansi pendidikan multikultural tersebut sangat penting bagi bangsa yang sedang bersikeras membangun masyarakat terbuka berbasis nilai-nilai demokratis.  sehingga mampu memberikan pemahaman pada mereka akan arti pentingnya perbedaan supaya mereka dapat menerima perbedaan secara alamiah (nature) serta dapat meminggirkan kecemburua sosial serta diskriminasi terhadap suatu golongan. pendidikan multikultural akan membuka semua indera masyarakat bahwa perbedaan merupakan bagiyan dari dirinya.
Dengan pendidikan multikultural akan terjadi konsistensi dalam kalangan  generasi bangsa untuk menerima senantiasa mengakui hak individual serta tidak sungkan member ruang yang lebih luas untuk sama-sama mengungkapkan kemanusiaan yang multidimensial. Dengan pendidikan multikultural, geberasi muda akan mampu melihat mengenal dan mengakui hak anggota masyarakat; menerima dengan tulus perbedaan sebagai relaias bangsa. Derta memiliki kematangan dalam berpikir dan bernalar secara sehat dalam relasi sosial. Sekolah tetap menjadi wadah yang paling utama dalam mewujudkan proyek besar tersebut. Singkatnya, subtansi pendidikan multikultural harus diperhatikan secara serius serta wajib diposisikan sebagai proyek bersama dan ditangani secara serius pula, demi terwujudnya masyarakat terbuka yang memiki karakter demokratis.
***






























Daftar Bacaan

Ep Saefulloh Fatah. 2000. Membangun Profokasi awal Abad; membangun Panca Daya Merebut Kembali Kebudayaan. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya).

Harian Kompas Edisi Juli 2010.

Karl. R. Poper.1945. The Open Society and its Enemis. (London: Routledge & Kegan Paul, ltd,)
Suara Pembaruan, Edisi 12 September 2010.


[1] Kebebasan positif adalah kebebasan yang terkait dengan kemampuan seseorang dengan kemampuan seseorang dalam menentukan diri kerah positif. Kebebasan ini biasa disebut kebebasan eksistensial karena melekat dalam diri pribadi. (lihat Kasdin Sihotang “Kebebasan yang Positif” dalam Suara pembarua, 23 Agustus 2003)
[2]Butir-butir karakter pribadi demokratis” Menuju Masyarakat Indonesia” Pengembangan artikel  Kasdin Sihotangdalam Suara Pembaruan, 12 September  2010.   
[3]Pribadi seperti itu tidak melihat label, tetapi lebih mengutamakan kemanusiaan. Label sosial bukan nominal atau ekonomial melainkan fenomenal. Bukan menjadi ancaman, melainkan perekat dalam relasi sosial. Bagi masyarakat seperti ini tidak ada demarkasi antara mayoritas dan minoritas.
[4]Bahkan, menurut Jonatan Shacks, perbedaan merupakan bagian dari hidup manusia. Tak ada manusia dilahirkan identik. Masing-masing adalah pribadi yang unik. Keunikan itulah yang membedakan manusia satu dengan lainnya. ( Lihat Jhonatan Shacks dalam The Dignity Of Diference: How to Afoid the clash Of Civilization. London: Continnum 2003)
[5]Berpikir dewasa yang dimaksud adalah seperti  yang dijelaskan oleh filusuf Yunani Kuno dan Pemikir Modern, salah Satunya Karl. R. Poper yaitu kemampuan untuk melihat kekurangan dan keberanian untuk mengakui kelebihan orang. Ini merupakan arti sesungguhnya dari berpikir kritis.
[6]Tumbangnya Orde Baru digantikan Orde Reformasi merupakan bukti nyata bangsa ini memiliki kehendak kuat untuk maju. Melalui reformasi, semua elemen bangsa ingin membangun sistem pemerintahan lebih bersih, berwibawadan professional berbasis pada nilai-nilai demokrasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar