STRATEGI INTEGRASI VERTIKAL
SEBAGAI INKUBATOR BISNIS DALAM MENDORONG POLA KEMITRAAN PADA BUDIDAYA IKAN
Oleh: Siti Nur Azizah
Sebagaimana diketahui bahwa pemerintah Indonesia telah
bertekad menjadikan sektor agribisnis sebagai sektor unggulan yang akan menunjang
pemulihan ekonomi negeri ini. Sektor ini diharapkan mampu menjadi lokomotif
bagi pembangunan nasional. Sumber daya alam yang dimiliki bangsa ini, dirasa
mampu untuk mewujudkan tujuan mulia tersebut. Kekayaan Sumber daya agribisnis yang
dimilki sangat besar. Selain itu agribisnis berperan sebagai mata pencaharian
sebagian besar penduduk bangsa ini.
Namun ironisistas justru ditampakan kembali, sektor agribisnis selama
ini belum digarap secara optimal. Pertumbuhan kapasitas produksi dan
perkembangan agribisnis dirasakan masih
sangat lambat.
Akibatnya, keinginan untuk
mengandalkan sektor agribisnis sebagai salah satu faktor pendukung stimulasi ekonomi
dirasakan masih menghadapi kendala yang besar. Salah satunya yaitu dalam sektor
perikanan dimana sebagai salah satu komoditas sektor riil yang sedang tumbuh
dan berkembang mempunyai begitu banyak kelebihan yang mampu menopang dan
meningkatkan ekonomi masyarakat pesisir pada khususnya dan perekonomian
nasional pada umumnya, karena agribisnis dalam sektor perikanan tersebut
mempunyai potensi yang tinggi (high potensi).
Oleh karena itu, tekad
mulia pemerintah harus benar-benar terwujud dan tetntu pula memiliki daya
dukung yang tinggi baik oleh masyarakat maupun steakholder, dan birokrasi.
Potensi Sektor
Perikanan Dan Pemulihan Ekonomi Nasional
Sebagaimana kita ketahui, Indonesia
merupakan negara kepulauan (archipelagic state) terluas di dunia dengan
jumlah pulau sebanyak 17.504 pulau dan panjang garis pantai mencapai 104.000 km. Total laut di Indonesia
sekitar 3, 544km2 (kelautan dan perikanan dalam angka 2010)[1]
atau sekitar 70% dari wilayah Indonesia. Dari pada itu, menempatkan posisi
sektor perikanan menjadi salah satu sektor riil perikanan yang potensial di
Indonesia adalah suatu keaharusan.
Selain itu, potensi
ekonomi sumber daya perikanan diperkirakan mencapai USS 82 miliar pertahun.
Potensi tersebut meliputi potensi tangkap sebesar USS 15.1 miliyar pertahun.,
potensi budidaya laut sebesar USS 46.7 milliar pertahun, potensi perairan umum
sebesar USS 1.1 miliar pertahun, potensi budi daya tambak sebesar USS 10 miliar
pertahun. Selain itu, potensi lainya pun baik sumber daya yang tidak dapat
diperbaharui dapat dikelola sehingga mampu memberikan kontribusi yang nyata
bagi peningkatan kesejahteraan rakyat dan peningkatan perekonomian serta
pembangunan yang nyata bagi bangsa ini umumnya.
Namun, keterbalikan nyata
justru menjadi tontonan yang menimbulkan gregetan dan berujung
perdebatan. Hal ini, seiring dengan terjadinya ilegalitas penangkapan ikan yang
dilakukan oleh bangsa asing dengan ketersengajaan yang nyata, lebih dari itu,
sebagai contoh kecil pemberdayaan yang belum optimal masih sangat kentara di
alami sumber daya perikanan di Indonesia. Lampung salah satunya, pada akhir tahun 2010, masih mencatatkan dirinya sebagai wilayah
yang memiliki produksi udang terbesar di Indonesia. Bahkan Lampung juga masuk
dalam kategori wilayah yang banyak menghasilkan produk perikanan budidaya. Dari
total produksi udang nasional tahun 2009 yang mencapai 348.100 ton, sebanyak
40% dihasilan dari wilayah Lampung. Begitu pula dengan produk ikan lainnya
seperti kerapu dan lain-lain.[2]
Selain itu, Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, komoditas udang dan perikanan masuk dalam
lima produk unggulan ekspor non migas Indonesia. Selain udang, Lampung juga
memiliki potensi besar untuk pegembangan budidaya ikan kerapu. Pada tahun 2007
produksi ikan kerapu dari sejumlah sentra produksi di Lampung baru 83,3 ton.
Jumlah itu meningkat menjadi 90 ton pada tahun 2008, dan melonjak hingga 294,59
ton pada tahun 2009 lalu.
Potensi tersebut juga
dimiliki oleh daerah Kalimantan Barat,dimana Sektor perikanan tangkap di
propinsi tersebut sampai saat ini masih memberikan kontribusi terbesar bagi
pembangunan sektor perikanan secara keseluruhan, belul lagi di daerah tegal,
dimana letaknya terdapat di daerah pantura jawa juga memiliki potensi yang
sangat besar, dan masih banyak daerah-daerah lain seperti Tapanuli Selatan,
Jawa Tengah dan Jawa Barat. Dan daerah-daerah potensial sektor perikanan
lainya.
Jika melihat potensi
tersebut, harapan untuk mengangkat perekonomian warga pesisir tidak hanya dalam
angan-angan semata, pendapatan dari komoditas tersebut mampu menopang
kemiskinan yang membudaya di daerah pesisir, nelayan khususnya, bahkan mampu
mengangkat perekonomian nasional, dari
segi devisapun mampu menguntungkan negeri ini karena pasar perikanan baik udang
maupun kerapu dari daerah Lampung tersebut
diatas, 100% diekspor ke Singapura, Cina, Taiwan, dan Hong Kong. Namun, semua potensi
tersebut masih dilihat secara kasat mata, potensi besar
ini belum dikelola dengan baik. Hal
tersebut, disebabkan terbelunggunya modal yang minim, perhatian masyarakat yang
kurang karena terlalu individualis, bahkan peran pemerintah yang belum mampu
menembus batas kesulitan budidaya tersebut, bahkan minimnya SDM masyarakat
Indonesia pun ikut andil di dalamnya.
Sungguh memprihatinkan
memang, kekayaan yang melimpah, dan membuat negeri lain iri, tak disayang
dengan bijaksana, bahkan justru bangsa lain yang menggandrungi segala potensi
tersebut. Dari pada itu, dalam sektor tersebut benar-benar dibutuhkan strategi
yang benar-benar mampu mengoptimalisasikan peran sektor perikanan dalam
mengangkat perekonomian masyarakat pesisir dan perekonomian Indonesia pada
umumnya. Dalam hal ini, sebenarnya pemerintah sebagai wadah inkubator sektor
perikanan mempunyai andil besar, diantaranya melalui pengusaha-pengusaha besar
memberikan jalan kerja sama tentunya dalam bentuk kemitraan. Dalam hal ini
menggunakan strategi integrasi vertikal atau strategi subsidi silang antar
perusahaan besar dan pembudidayya sektor perikanan yang nantinya, perusahaan
tersebut sebagai mitra sektor perikanan dapat menjamin kepastian pasokan sarana
produksi dan harga jual produk, serta adanya jaminan pasar atas produk yang
dihasilkan.
Melalui strategi integrasi
vertikal atau subsidi silang, kemitraan tersebut dapat digunakan mengatasi
berbagai macam kekurangan yang diperoleh oleh pembudidaya sektor perikanan,
bahkan meningkatkan profitabilitas bagi perusahaan besar dan pemasukan bagi
negara.
Strategi Integrasi Vertikal Sebagai Inkubator Bisnis
Sebenarnya, sifat usaha budidaya dalam sektor perikanan masih dalam kategori individual oleh karena itu sangat diperlukan pengembangan dengan pola kemitraan (dengan menggunakan startegi integrasi vertikal atau subsidi silang pembudidaya dan pengusaha) yang mencakup: produksi, penanganan hasil pasca panen, pemasaran, organisasi kemitraan, aspek finansial, pembinaan dan penyuluhan, faktor-faktor penghambat dan pemecahannya, serta model kerjasama inti-plasma.
Daripada itu, Pola kemitraan yang baik (ideal) tentu saja adalah hubungan kerja yang menujukkan persamaan hak kedudukan yang sama. Saling menguntungkan dan saling bahu-membahu. Sehingga dengan demikian tidak ada yang merasa paling superior, paling dominan, dan lain-lain. Dalam pola kemitraan menggunakan strategi Integrasi Vertikal, dimana Perusaah berperan sebagi inkubator bisnis selama satu periode pembudidaya ikan, pada periode tersebut secara berkala staf lapangan dari kemitraan akan meminta laporan sebagai bentuk pengawasan, jika terjadi kendala, melalui staf lapangan inilah yang mewakili perusahaan (inti) untuk berdialog dengan pembudidaya. baik dalam hal keluhan maupun perubahan-perubahan secara mendadak dan tak terduga.
Secara singkat dapat dijelaskan bahwa hubungan antara pembudidaya dan kemitraan (perusahaan/inti) merupakan hubungan kerjasama, dimana kemitraan bergerak dalam usaha pengadaan inputatau usaha pengelolaan dan pemasaran hasil, serta pembudidaya sendiri melakukan perkongsian.
Walaupun tidak dapat dipungkiri, dimana dalam kemitraan tersebut juga muncul beberapa permasalahan yang cukup krusial, dimana perikanan selaku komoditas yang dibudidayakan mengalami fluktuasi harga yang dipengaruhi oleh permintaan pasar. Selain itu, secara internal, peternak juga sering mengalami kendala dalam operasionalnnya, seperti kematian ikan yang tidak terduga, nahkan human eror yang kemudian berimbas pada profitabilitas pembudidaya sendiri maupun perusahaan yang tengah menjadi mitranya.
Oleh karena itu, dengan strategi integrasi vertikal tidak hanya mampu menjadi jalan mulusnya kemitraan antara dua belah pihak, namun mampu memecahkan masalah tersebut yaitu dengan cara subvensi atau pemberian bantuan yang berbentuk keuangan yang dibayarkan kepada suatu bisnis atau sektor ekonomi. Digunakan untuk menutup dari dampak resiko kerugian. Biasanya hal tersebut diberikan oleh pihak swasta.
Akhirnya, dengan adanya pola kemitraan tersebut, dan dengan memegang prinsip saling membutuhkan, memperkuat dan saling menguntungkan disertai pembinaan antara pengusaha besar sebagai inkubator bisnis dengan pembudidaya perikanan yang masih bersifat individual, dapat terjalin bentuk interaksi sosial yang kooperatif, serta terjaminnya pemasaran komoditas, terpecahnya masalah-masalah dalam budidaya ikan seperti buntunya modal, sempitnya pemasaran, serta keterbatasan sumber daya produksi, selain menguntungkan bagi pihak pembudidaya juga meningkatkan profitabilitas perusahaan.
Dengan hal ini, mampu memberikan kontribusi bagi bangsa ini, yanitu meningkatkan daya saing bangsa serta mengurangi lahan kemiskinan daerah pesisir, mengingat 30 juta rakyat miskin di Indonesia, dan 30 persen di antaranya merupakan masyarakat kelautan dan perikanan seperti nelayan, pembudidaya, dan pengolah ikan. Dengan pola kemitraan diharapkan masyarakat yang masih hidup di bawah garis kemiskinan dapat hidup sejahtera dan pertumbuhan wirausaha di bidang perikanan budidaya di pedesaan juga dapat terdorong. Serta mampu menghilangkan ketergantungan pembudidaya dari bantuan pemerintah, selain itu terbukanya lahan pekerjaan bagi para pembudidaya yang selama ini masih mengalami kesulitan.
Dan yang terakhir cita-cita mulia para pemangku bangsa ini, untuk mewujudkan sektor agribisnis sebagai sektor unggulan yang akan menunjang pemulihan ekonomi negeri ini dapat terwujud.
Daftar Bacaan
Adrim, M. Cs, Ikan Tambak dan
Habitatnya, proyek Studi Potensi sumber daya alam indonesia (jakarta; Pusat
Penelitian dan pengembangan oseanologi Lipi, 1998)
Afrianto, eddy dan evi liviawat,
Pengawetan dan Pengolahan Ikan
(yogyakarta Percetakan Kanisius), 2001
Cahyono bambang Tri dan Sugiyo Aldi,
Manajemen Industri Kecil (Yogyakarta;
Liberty 1983)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar