Semangat.....

Success Will Never come to you but you must search it.....

Selasa, 21 Februari 2012

cerpen


Wanita beraroma jeruk

Oleh: Cinung Azizy
STAIN Purwokerto
Masuk 4 besar dalam lomba cerpen se Banyumas



Mengingat wanita itu, serupa menonton cuplikan-cuplikan adegan yang diam-diam menyatu dalam sebuah film. Wajahnya seperti embun, matanya bening. Bibir mungilnya selalu tersenyum membuat setiap orang yang bertemu ingin menyapa. Ia seorang wanita yang merancang kehidupanya sendiri.  Semenjak aku mengenalnya diawal semester satu, aku menjadi mengerti bahwa ia terbiasa menentukan apa yang akan ia lakukan, kapan harus berbicara, kapan harus menikah, dengan laki-laki seperti apah, akan punya anak berapa dan seperti apa akan membesarkan mereka. Itu semua sudah ia pikirkan. Wanita itu menggoreskan sendiri taqdirnya.
Saat berumur 19 tahun, menginjak semester 3, ia memutuskan taqdir pertamanya pada seorang laki-laki bernama Reyhan. Sebenarnya taqdir yang berujung sebuah peristiwa yang telah mengubah impiannya, jadi menyeramkan berbalut jalan kenikmatan yang luar biasa.
“Rey, apa kamu benar-benar akan pergi?” tanyanya saat taqdirnya akan melangkah menyepi dari hati dan tatap cintanya.
“Iyah Nilam, ini baksos dan bentuk pengabdianku pada negara juga masyarakat” jawabnya tegas namun juga ada gurat kesedihan yang tersimpan.
“Apakah harus ke Jogja?” hemmm, ia menarik nafas panjang lalu meneruskan kata-kata letidak relaanya. “Aku takut kamu tidak kembali” rajuknya pada taqdirnya dengan tatapan harap, agar ia tetap tinggal.
“Nilam, kau harus percaya, bahwa ini hanya sebentar dan aku akan kembali, warga masyarakat disana membutuhkan jiwa-jiwa patriot dari para mahasiswa” jawab taqdirnya.
“Aku tahu” jawabnya, seraya mengingat-ingat korban merapi yang berceceran, kelaparan dan terbuang bersama puing-puing atap rumahnya. Ia hanya bisa menerima dan terangguk sedih. Lalu taqdirnya memluknya dengan penuh cinta, membelai rambutnya yang mampu membelah bulan, lalu mencim keningnya seraya berpamitan. Setelah itu, berhari-hari tak kunjung tatap mata datang menjelma menjadi cinta.
***
           

“Nilam, mengapa kamu sekarang menjadi hobi melamun?” tanyaku padanya.
            “Ah tidak, aku hanya sedang menanti sesuatu” jawabnya dengan melodi kerinduan.
            “Aku tahu, pastikau menanti angin menyapamu dan merasuk dalam retinamu seperti biasanya kan? Tenang saja, sebentar lagi kawan-kawan baksos merapi akan pulang” jawabku menanggapi kerinduan dalam tatapnya. Ia hanya tersenyum lalu kembali pada buku birunya, yang setahuku itu adalah dream book.  Yang mempresentatifkan semua angan-angannya. Ah ia memang sosok wanita yang menentukan sendiri taqdirnya. Bahagia sekali Reyhan. Aku lantas melenggang, tak ingin berlama-lama ikut mengunyah sepi dan rindumu yang semakin berbahasa batu.
            Semua berjalan seolah biasa saja, namu penantianmu setelah itu sangat luar biasa, hingga taqdirmu kembali kau genggam, ada seikat senyum di bibirmu. Mungkin seminggu setelah itu.
            “Reyhan, mengapa kamu melebihi batas janjimu?” tanyamu manja.
            “Iyah Nilam, maafkan aku! jadwalku di sana sangat padat bahkan sebenarnya masih butuh tambahan waktu karena keadaan memang sangat butuh uluran tangan. Kasihan pemerintah” jawab Taqdirmu bijak, lalu kau tersenyum bangga.n terasa sangat bahag
            Setelah itu, hari-hari yang kamu jalani terasa tak ada yang aneh.  Bahagia. Sampai pada titik akhir kau merasa rindu kembali menyayatmu dengan sadisnya.
            “Nilam, jangan diam karena kepergianku”
            Ia hanya diam, namun matanya berkata-kata. Bahwa ia tak rela, bahwa ia takut kamu akan benar-benar tak kembali. Ia ingin mengatakan bahwa ia mempunyai firasat tidak baik, tapi mulutnya seakan terkunci.
            “Kamu kan tahu, aku begitu menyukai alam, oleh karena itu  aku ikut Faktapala”
            “Iyah, aku mengerti, tapi kamu harus berhati-hati ketika kamu mendaki gunung Sumbing nanti yah, kamu juga harus ingat ada yang menunggumu” taqdirmu mengangguk bahagia. Ia merasa kalau kamu begitu pengertian dan mencintainya. Taqdirmu pergi dengan cintamu juga rasa was-wasmu.
            Oh Taqdirku, andai kamu mengerti, setiap kali kita bertemu aku manabung rindu.
***
           

“Nilam kamu sudah sadar?” tanyaku padanya.
            “Rian, aku kenapa?”
            “Kamu pingsan selama satu hari” ia terlonjak kaget, lalu tiba-tiba menangis histeris.
            “Bagaimana dengan Rey?” aku hanya menjawab dengan diam, kekasih yang ia anggap sebagai taqdirnya telah pergi untuk selamanya ditelan buasnya tebing-tebing curam gunung sumbing. Ia  terlelap dalam kesedihan. Sampai waktu yang tak ditentukan.
            Semester limapun telah terlewat, sampai ia kembali menitipkan taqdirnya pada Hendra, yang ia bilang mirip sekali dengan Reyhan taqdirmu dulu. Aku hanya bisa kembali menyaksikan bahwa taqdirmu tak mampu membuatmu tersenyum, sampai suatu kali kamu menemukanya tengah mengoyak-oyak seluruh isi dalam tubuhmu, magma rasa muakmu menyeruak.
            “Bagus sekali Hendra, kamu mencium wanita itu, yang jelas dia bukan apa-apamu” taqdirmu hanya celingukan tak punya muka.
            “Apa kamu kurang puas dengan menciumiku, mencumbu payudaraku bahkan menerobos liang pertahanan terakhirku” ia menangis tersungkur dengan terhinanya.
            Dunianya kembali termakan taqdir yang tak bisa dipesan untuk bahagia. Hingga ia  memutuskan mendiamkan roda hidupnya, tak juga berputar, tak juga bergeser sedikitpun.
            Yah memang benar sekali, lewat taqdirnys itu, aku mampu menyimpulkan kalau kita bisa saja memesan bir, tapi kita tak bisa memesan taqdir. Serupan yang tengah ia  jalani.
***
           
Enam bulan aku tidak pernah bertemu denganya, karena memang kuliahku cuti dan kata teman-teman ia jarang sekali kelihatan di kampus. Aku menemukan suatu keanehan dalam dirinya. Saat sore yang santai aku tak sengaja mendapatinya tengah menatap rerimbunan daun di dekat bolevard kampus.  Ia semakin segar, wangi dan mempesona. Namun, suatu hal ganjal ia beraroma jeruk, bahkan di matanya ada jeruk, di mulutnya ada jeruk dan seluruh tubuhnya wangi jeruk.
Apa ia memutuskan untuk menyegarkan tubuhnya dari taqdir yang menikam. Ah aku tak ambil pusing. Sampai suatu saat setelah itu,  aku menemukan wanita yang juga sama sepertimu, beraroma jeruk, bahkan ia lebih parah dariny, seluruh tubuhnya serupa kemuning dan menyegarkan seperti jeruk. Kata teman-teman kosnya mereka sering bareng kesana kemari sehingga aromanyapun serupa.
            Memang benar, pada suatu malam aku mendatangi kosnya d jalan kemuning yang penuh kenangan, aku mendapati gadis beraroma jeruk tengah bersama, sangat akrab terkadang bermanja selayaknya seorang kekasih. Akh aku tak acuh, lalu kumenyapanya, dan ia terkaget.
            “Riyan, mengapa tidak bilang-bilang kalau mau datang?” tanyanya dengan kemarahan dalam wajah.
            “Aku memang sengaja, ingin memberimu kejutan”
            Ia hanya tersenyum, lalu mengajaku masuk dan kita berbincang lama. Ketika aku hendak pulang, kembali kenaehan mendapatiku, ia tak mau lagi kukecup keningnya seperti dulu ketika taqdir semu mendatanginy dan begitu saja menampik uluran tanganku. Aku semakin curiga. Tapi aku pulang seakan tak ada apa-apa.
***

            “Maafkan aku Nilam, tak segera pulang saat kamu menutup pintu kamarmu” batinku ketika diam-diam mengintip lewat belakang kamarnya, yang masih memakai tembok triplek, jadi bisa saja aku mendapatinya dengan tingkah tanpa tatap langsung.
            “Nina, maafkan aku jangan cemburu, dia hanya teman laki-laki masa laluku ketika aku masih kuliah” ucap suara yang begitu melekat di hatiku sampai saat ini, walau telah terhapus kenangan yang sengaja kau buang demi Reyhan, Hendra dan pacar-pacatmu yang lain, yang kau anggap taqdir lalu menyakiti dan meninggalkan goresan taqdir yang suram. 
            Aku masih memaku, dengan getar luka yang mendalam seiring suara desah cumbumu bersamanya. Wangi jeruk itu, aura jeruk itu telah menjawab semua penasaranku.
“Kamu mencintai Nina, sahabat wanitamu yang kata semua teman kosmu sering bersamamu, menemani tidurmu bahkan hari-harimu” oh inikah taqdir itu, yang kamu anggap keindahan yang tak bisa dipesan. Aku hancur, lalu melangkah dengan luka, namun cinta yang tertutup oleh kisahmu dan taqdirmu masih akan terus ada, hingga kamu sadar, wangi jeruk yang ada ditubuhmu kelak akan membusukanmu.

           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar