Bukan Perawan Biasa
Oleh:
Cinung
Azizy
Kalau cinta itu ada sayapnya...
terbanglah dan hinggaplah di hatinya. Berbisiklah kepadanya yang telah
kuberikan hatiku. Berbisiklah tentang rasaku yang satu, serulah kepadanya,
sapalah dia dengan cintaku, pandanglah dia... dan ceritalah tentang aku yang
sedang jatuh hati kepadanya.
***
Ruang keluarga
itu tiba-tiba menjadi hening saat mereka mendengar langkahku. Dengan perasaan
malas aku menyapa mereka. Seperti dugaanku, hanya balasan kecut yang kudapat.
Aku tahu benar, seisi rumahku masih
marah denganku. Mereka menatapku dengan pandangan yang aneh, seolah aku pesalah
yang harus segera di adili. Seharusnya, aku yang balik memberontak, bahwa ini
semua tak adil bagiku.
“Grey, apa kamu
tidak bisa mencari wanita lain? Apa sih yang bisa kamu banggakan dari wanita
itu? Dia itu katro Grey, tidak
cantik-cantik amat, ” serang kak Rini,
kakaku yang nomer satu. Ia memang gadis yang cantik ditambah dengan tubuh
rampingnya. Aku hanya diam, sebagai bungsu tak banyak yang bisa kulakkan untuk masalah pakaian saja aku masih selalu diatur
apalagi untuk urusan perempuan, mereka jelas ambil andil dengan porsi yang
besar, tanpa memikirkan andilku sebegai pemeran utama. Huft, aku mendengus
kesal, namun mulut makih
terkatup.
“Apalagi
pendidikan nya, nol, terus dia juga bukan dari keturunan orang kaya, apa sih
yang akan kamu banggakan dari wanita seperti itu? Kenapa kamu gak mau mencontoh
kami, kakak-kakak mu, Kak Imam, dia seorang pegawai
negeri, Aku, seorang wakil Bupati. Kak mustofa, dia seorang alim ulama yang di
segani masyarakat. Lihat juga, Kak Rini, ia seorang dokter, begitu pula ibu
kita Grey, beliau
seorang guru besar yang amat di hormati oleh warga. Nah kamu lihat! Istri-istri
kami, mereka semua orang-orang yang berpendidikan, dan cerdas. Tapi
kamu…..!,Aku yakin kamu hanya akan mencoreng nama baik keluarga kita saja,
dengan menikahi wanita itu. Kami tidak setuju kamu menikah dengan nya. Pokok
nya sekarang kamu fikirkan baik-baik, kalau kamu memilh dia , maaf kami tak
lagi menerima mu, pergilah kamu dengan nya…!” Hardik Kak Reyhan. Nafas nya
tersengal-sengal karena menahan emosi . Seisi
ruangan diam. Semua saudaraku seolah hendak mengatakan, bahwa apa yang baru
saja di ucap kan Kak Reyhan adalah benar
dan aku harus menuruti nya.
“Apa perlu mbak
carikan pendamping buat mu dik?” ucap mbak Rita, Istri Kak Imam, memecah
kesunyian. Aku semakin diam. Jiwaku ingin berontak, kepalaku benar-benar terasa
berat, bahkan dadaku berdebar amat hebat.
Aku merasa bahwa
mereka telah mencampuri urusan pribadiku. Aku tertunduk dalam perasaan yang tak
menentu, aku merasa tidak terima kekasih
yang selama ini mampu menengkan jiwa
liarku, ,yang begitu aku
cintai di maki , dan di hina oleh saudara kandungku, yang seharusnya mendukung
dan mendo’akan. Tapi
mereka melupakan tugas utama mereka. Aku menghela nafas, kemudian kutatap satu
persatu lurus ke mata terdalam kak-kakau yang tengah duduk melingkar, sesuai
aturan tatanan sofa. lalu aku beranjak
tanpa berbicara sepatah kata pun.
“Grey……!” kembali Kak Reyhan memanggilku, namun bukanya aku
menoleh, justru cepat-cepat pintu kututup dan musik aku keraskan
“Ini semua gara-gara perempuan katro itu!” suara Kak Rey terdengar
samar-samar namun nada emosi begitu masih kentara. Aku hanya tersenyum kecut.
Memandangi jam dinding yang seolah tersenyum dengan waktu yang ia suguhkan
penuh kepucatan.
***
Aku
memang seorang
pemuda dari keturunan orang berada di kota Malang ini. Ayah dan ibuku adalah seorang doctor dan sekarang
masih menjabat sebagai seorang dosen di UNISMA. Semua saudaraku telah berkeluarga,
dan telah memiliki pekerjaan yang tetap serta terhormat. Walaupun usiaku telah
dewasa, namun aku belum juga mau menikah.
Tiga tahun aku bekerja di sebuah Bank, sesuai kuliahku dulu
di fakultas ekonomi, aku semakin mapan bahkan keinginanku untuk menikahpun
telah mencuat. Saat itu, aku mulai mengenal seorang wanita yang kebetulan
berpapasan di Masjid saat aku sengaja mampir untuk sholat, karena takut tidak
kebaigian waktu ashar, yah maklumlah pekerjaanku sangat menuntutku untuk pulang menjelang matahari
terbenam. .
Awalnya, aku hanya memandangnya biasa saja,
bahkan sekilas pintas. Tak ada yang istimewa, memang benar, wajah biasa saja,
hanya lesung pipit dan gigi gingsulnya yang membuatku tertarik. Hanya sebatas
itu, namun, lebih dari tiga kali bahkan hampir empat kali, ia seperti tampak
berubah di mataku, cantik dan semakin cantik. Ia membuatku rajin untuk mampir
ke masjid itu, hingga pada suatu hari aku beranikan diri untuk memperkenalkan
diri, dengan alasan sebenarnya ingin mengenalnya. Ah, memang pd sekali aku saat
itu. Namun, sikap pdku kala itu membawa hasil yang maksimal, hingga akhirnya
aku mengenalnya lebih jauh bahkan sampai tahap terpikat dan akhirnya baru aku
tahu kalau aku memang mencintainya.
“
Hilya, apakah kamu siap jika akhir tahun ini aku persunting?” ucapku tegas saat
itu, di serambi masjid. Ia hanya menjawabnya dengan air mata bahagia, namun ada
sedikit beban yang terselip.
Aku
paham, air mata itu, air mata kebahagiaan yang sangat namun syarat kesedihan.
Bahagia karena memang ia juga sangat mencintaiku, sedih karena ia takut,
keluargaku akan mempermasalahkan statusnya yang berbeda denganku. Ahk lagi-lagi
status sosial yang bermain, tapi memang benar, keluargaku menentangnya, dengan
posisinya yang hanya seorang anak dari keluarga penjual bakso keliling, serta
ia sendiri hanya mengisi hari-harinya dengan mengajar anak-anak mengaji dan
mengurus anak-anak yatim serta latar belakang pendidikan dari pesabtren dan
hanya lulus SMA. Tapi, justru dari hal itulah, aku sangat tertarik padanya, ia
begitu sabar dan perhatian, bahkan jiwa sosialnya begitu tinggi. Aku tak
memeprmasalahkan ia kaya atau pendidikannya hanya SMA, yang jelas ia mampu
menenagkan hatiku bahkan mampu menjadi ibu yang baik bagi anak-anakku kelak.
“Ma’afkan aku sayang. Aku tak mampu
memperjuangkanmu di depan ketamakan keluarga besarku” batin laraku menyeruak. . Ada perasan bersalah yang bercokol
dalam dadaku,
pada Hilya .
“Ya Allah, Haruskah nasib
cintaku berakhir sedemikian? Bukan kah kami saling mencintai, kami saling
memahami, tapi mengapa mereka semua justru tak memahami kami?” kembali aku bertanya pada Bantal dan guling,
lirih dan begitu menyayat hati.
***
Beberapa malam kemudian,
“Dik , kemar,,” panggil kakak iparku. Lalu dengan langkah berat aku mendekat.
“Ada apa kak?” jawabku yang sambil menggendong Zahra
keponakanku.
“Kenal kan ini dik Eka, dia masih kuliah dan masih gadis”
jawab kakak ipar.
“Deg,…. “ jantungku berdebar. Aku kaget melihat wanita itu, sebenarnya aku mampu menebak maksud kakak iparku itu. Wanita itu tersenyum manis padaku. Raut wajah nya merona, aku terpaksa tersenyum pada Eka, tampak Eka
menunduk malu dan grogi.
“Eh ….kalian ngobrol-ngobrol dulu ya, biar Kaka yang menggendong anak ini” kaka iparku mengambil bocah itu dari gendonganku dan dengan sengaja membiarkan ku berduaan dengan Eka. Aku pun mengajak Eka duduk di kursi.
Sejak pertemuan itu Aku jadi bertambah gundah. Eka juga
wanita yang cantik dan terpelajar, sopan, baik lagi. Namun niatku telah bulat, yaitu ingin memper
istri kekasih yang telah merajai hatiku, apapun yang terjadi. Disaat ruwet seperti ini, hanya satu
yang mampu aku lakukan, bersimpuh dengn dua rakaat istikharoh di sepertiga
malamku, dan berharap semoga do’a-do’aku sampai pada Tuhan.
“Ya Allah, sesungguh nya aku memohon
kepada Mu, memilih mana yang baik menurut pengetahuan Mu. Dan aku memohon
kepada Mu , untuk memberi ketentuan dengan kekuasaan Mu. Dan aku memohon
anugerah Mu yang agung, karena sesungguh nya engkau Maha kuasa, sedang aku tak
memiliki kekuasaan. Engkau Maha mengetahui sedang aku tidak mengetahui.
Engkaulah yang mengetahuiakan barang gaib, ya Allah, jika Engkau mengetahui
perkara aku ingin hidup dengan Insan calon istriku, adalah baik baiku, buat
agamaku, buat penghidupan ku dan baik akibat nya, maka tetapkan lah perkara ini
untuk ku. Kemudian berilah berkah kebaikan untuk ku. Dan jika Engkau mengetahui
sesungguh nya perkara ini jelek bagiku, bagi agamaku, bagi penghidupan ku , dan
jelek akibat nya ,maka pisah kan lah kami, pisah yang baik- baik, dan lindungi
kami, dari keburukan. Di mana saja berada , dan kemudian jadikan lah kami redha
akan keputusan mu. Sungguh ya Allah niatku tulus dan suci , dan Engkaulah yang
menjadi saksi bahwa kami saling mencintai.Ya Allah lembutkanlah hati keluarga
kami , dan ku mohon rahmat_Mu, terima kasih ya Allah, amin ya Robbal Alamin,” Aku menunduk,sambil menyeka air mata yang menerobos
pertahananku.
Doa yang baru saja terucap membuat dadaku bergemuruh, memohon serta meyakini
bahwa Allah pasti akan memberi jalan keluar buatku
. Tanpa sepengetahuanku, kakak yang ke tiga telah duduk tak jauh dari tempatku sujud, dan ia mendengar keluhku, lalu
mengusap punggungku dengan keget aku berbalik,
“Dik, dalam pandangan islam, ada sebuah hadits yang mengupas
soal mencari jodoh. Contoh nya yang sering kita baca, yaitu,hadist riwayat dari
Abu Hurairah r.a. yang berbunyi separti ini. Dari Nabi Muhammad SAW, beliau
bersabda, wanita itu di nikahi karena empat perkara, yang pertama; Karena harta
benda nya, Yang kedua ; karena keturunan nya, yang ketiga ; karena kecantikan
nya, dan yang ke empat, karena agama nya. Jika ketiga di antara nya tidak
memenuhi , maka pilih lah karena agamanya. Insya Allah pilihan mu tidak salah
dik” ucap Mas Mustofa, pelan namun mampu menggugah hati ku.
“Oya Dik, apa dia bisa baca Qur,an?” tanya Mas Mustofa.
“Allhamdullillah Mas, dia bisa, bahkan yang
membuatku mempertahankannya dia berlatar belakang pesantren dan begitu
penyabar”
“Ya, semoga saja pilihan mu adalah pilihan yang tak keliru
Dik. Aku sebagai mas , hanya mampu berdoa untuk kebahagian mu, aku yakin engkau
lah yang tahu semua tentang dia, jadi mas yakin akan pilihan mu itu.” Ucap sang
kakak , membesar kan hati adik nya, sambil menepuk bahuku.
“ Terima kasih ya Mas, saya akan mencoba tuk jadi diri saya
sendiri, dan saya benar-benar perlukan doa Mas, semoga pilihan saya tidak keliru.”jawabku sambil memeluk tubuh mas Mustofa.
***
Pagi-pagi
sekali aku telah berdandan rapih, dan membawa sepasang cincin untuk persembahan
cintaku, walau belum semua keluargaku setuju namun aku akan terus berjuang, toh
aku yang akan menjalaninya, bukan mereka.
Belum
sempat mengucap salam, ketika sampai di halaman, terdengar sayup-sayup suara Bu
Midah, Ibu Hilya,,
“Nduk,
Jika Grey tidak datang dan membuktikan omongannya untuk melamarmu, sebaiknya
kamu tidak usah banyak berharap, Tuhan tahu mana yang terbaik untukmu, namun
jika dia datang, ia adalah jodohmu”
“Bu, ada
Grey di halaman” Ucap Halimah, Kaka Hilya,
Lalu,
serta merta Ibu Dan Hilya keluar dan menyambutku dengan senyum. Ada kilatan
cinta yang kutangkap dari senyum Hilya pagi itu.
BIODATA PENULIS
· Cinung Azizy yang bernama lengkap Siti Nur Azizah, lahir di
Cilacap, 19 September 1991, adalah Mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Islam
Negeri (STAIN) Purwokerto. Karyanya terantologikan dalam Antologi Cerpen Lelaki yang
Dibeli (STAIN Press, 2011), Antologi Puisi Pilar Penyair (Obsesi Press, 2011) Beberapa
karyanya (cerpen
remaja dan cerita anak) pernah dimuat di beberapa media seperti Tabloid Poin, Majalah An-Nur, Majalah
Mayara, Soloposs, Radar Banyumas, Majalah Misykat.
Menjadi
Juara 1 Lomba Karya Tulis Ilmiah Tingkat Nasional dalam bidang
Ekonomi 2011 yang diadakan di Universitas Wahid Hasyim Semarang. Juara 2 Lomba
Esai Tingkat Nasional dengan Tema, Konservasi Lingkungan Berbasis Qur,ani yang diadakan di Universitas Jenderal
Soedirman 2011, Juara 3 Lomba Karya Tulis Ekonomi Islam Tingkat Nasional di
Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto. Juara Harapan I LKT Ekonomi Syariah Tingkat
Nasional Secment 3rd 2010 di Universitas Negeri
Semarang, serta
Juara Harapan II Lomba Karya Tulis Ilmiah Se-Jawa tentang Kearifan Lokal 2010
di Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Kini aktif menjadi penghuni RUMAH
AJAIB, komunitas penulis dan peneliti sastra dan dunia anak di Purwokerto.
Serta tergabung dalam sekolah kepenulisan di STAIN Purwokerto dan KSEI
(Komunitas Study Ekonomi Islam) di STAIN Purwokerto.
Alamat Desa Jakatawa,
Bulaksari,
Kecamatan Bantarsari, Kabupaten Cilacap 53254
Email : Cinung_Azizy@yahoo.com
Hp :
089665560077
No.
Rek : 6673 Unit Bantarsari
Ciilacap
6673-01-007818-53-4
Atas
nama Siti Nur Azizah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar