Semangat.....

Success Will Never come to you but you must search it.....

Selasa, 21 Februari 2012

cerpen


Pisau Dapur
Oleh:
Cinung Azizy
STAIN Purwokerto

Satu hal yang kuminta ketika engkau dewasa nanti, hormatilah darah perempuan, walau bagaimanapun engkau tetap lahir dari himpitan darah dan rahim perempuan
***

KENANGAN di rumah ini telah dibuang  seperti sampah dan kotoran-kotoran menjijihkan. Pikirku sedih.
Lebih dari sebulan aku mengamati gerak-geriknya. Lama aku memperhatikan bagaimana ia berangkat hingga pulang kerja, bahkan ketika ia mengajaku berbincang di atas ranjang. Lama aku memikirkan, apakah kecurigaanku selama ini berujung pada kebenaran, tapi semuanya seolah tak terjadi apa-apa. Semuanya biasa saja.
            Ia masih makan masakanku dengan senyum pujiannya, bahwa masakanku itu adalah masakan ternikmat yang pernah ia makan. Ia juga masih menggendong dan mengajak  Zyafa anak kami yang ke dua bermain, bahkan iapun masih mencium keningku ketika berangkat kekantor. Hanya satu hal yang membuatku resah, ketika ia pulang, kelelahan dan kelusuhan begitu tampak pada tubuhnya. Hingga ketika ia meminta kebutuhan biologisnya aku tidak pernah merasa sempurna.
            Seperti malam ini, ketika aku menunggu kepulangannya, duduk dan terdiam mengembara dengan pesan-pesan yang sepintas kilas aku baca dengan penuh emosi, tapi apa boleh buat aku tak bisa apa-apa.  Melenguh panjang dengan pengembaraan penasaranku sendiri yang mampu kuperbuat. Tiba-tiba lelah begitu saja menghampiriku, hampir dua jam ia telah terlambat dari jadwal kepulangannya. Perasaanku tak menentu, punggungku lepas dan merapat kesandaran kursi. Lelah menjalar keseluruh tubuh
            “Akgggh” tiba-tiba aku teringat pesan singkat itu. Apakah benar suamiku telah berselingkuh dengan rekan kantornya yang bernama Suni, yang dulu juga pernah ia kenalkan padaku. Berparas ayu, buah dada menggoda, kulit lebih langsat. Aku juga turut mengakui kalau ia serupa wanita idaman para pria. Teramsuk suamiku. Aku yakin.
Dibandingkan denganku, buah dada yang telah menggelambir, yang setiap malam sebagai surgamu dan surga anak-anak ketika mereka belum mampu mengunyah apapun. Terlebih badanku memang sudah tak kencang lagi, seperti badannya. Sekilas memang wajar saja. Tapi tetap saja aku tidak terima, terlebih ketika aku memandang Zian, anak pertamaku dengannya yang kini telah berumur 15 tahun, bukan umur yang masih belia dan begitu akan paham dengan tingkah lakuku dan suamiku. Aku terbakar cemburu.
            Setelah kepalaku begitu terasa penuh dengan pertanyaan-pertanyaan yang menyiksa batinku, tiba-tiba saja terdengar suara gesekan sepatu, dan aku yakin itu langkahnya, yang telah aku tunggu selama dua jam lebih, aku begitu saja berlari dan membuka pintu.
            “Kalau ingin bertanya besok saja, aku begitu lelah dengan lemburan kantor” sapamu begitu aku akan membuka mulut, padahal aku tidak akan memberondongnya dengan pertanyaan, tapi pelukan dan ucapan cinta yang akan aku suguhkan.  Ia menampiknya begitu saja. Kecurigaanku semakin beralasan.
***
            Hari minggu, ketika seperti biasa, bertahun-tahun kita lewati bersama kumpul dan saling bercerita dalam dekapan cinta keluarga. Sambil memeluk Zafa dan mendengarkan mimpi-mimpi Zian setelah lulus dari SMA. Tiba-tiba saja ia terlihat gugup dan panik. Entah pesan dari siapa setelah hpnya bergetar tanda sms masuk.  Beberapa menit kemudian ia masuk kekamar dan hendak berganti pakaian, tanpa menunggu waktu aku langsung mengambil hpnya yang tergeletak begitu saja di meja depan aku duduk, aku tahu ia lupa dan gugup. Kotak masuk menjadi sasaranku.
            “Mas, bisakah ke apartemenku? Aku tiba-tiba saja sakit perut” sepotong pesan yang tak mampu aku  baca dengan utuh, karena ia terburu datang. Aku pura-pura tenang.
            “Maaf sayang, Ayah ada urusan di kantor, jadi tidak bisa menemani kalian” pamitmu pada anak-anak sembari mencium keningku, tanpa sepatah katapun. Ia melangkah terburu-buru membawa hatiku yang hancur.
            Senja telah turun, malam sebentar lagi akan menutup siang. Warna kelabu telah terlihat dari kaca jendela ruang tamu. Aku melenguh panjang, dadaku begitu terasa sesak. Ia belum juga pulang. Sejak pagi ia begitu menikmati harinya di luar sana. Hingga tak sempat membaca pesanku, bahkan teleponku pun ia acuhkan begitu saja. Suni, demi perempuan itu, ia begitu saja rela meninggalkan aku dan pelukan anak-anak.
            Aku hendak melangkah dan membuka pintu, niat dan tekad telah bulat, menghampiri tempat wanitanya dan menghajarnya habis-habisan. Tapi tiba-tiba saja niat itu terhenti ketika aku mendapati langkahmu telah  mendekatiku. Terlihat begitu sumringah dan segar wajahnya, tak seperti biasanya ketika ia pulang larut. Kecurigaanku semakin mendalam, wajahnya menyiratkan aura percintaan yang telah ia dapatkan secara sempurna, padahal ia tak menyentuhku selama lima hari. Ahhgg, aku semakin tak kuat menahan rasa ini, menggelayut dan memaksaku untuk berbuat sesuatu. Engkau melangkah begitu saja, melewatiku dengan sebongkah senyuman dan ciuman di pipi kananku. Seolah tak terjadi apa-apa.
***
           
Sisa-sisa malam beringsut pergi, fajar telah datang menggesernya. Dua hari berlalu, suamiku disibukan dengan urusan kantornya, hingga iapun lupa akan jalan pulang. Terlebih setelah aku datang  menghampirinya di ruang kerja dan marah-marah, tapi katanya tetap saja tanpa alasan, kecemburuan yang berlebihan. Tetap saja ia tak mau mengakuinya. Aku tak kehabisan akal, aku mencari wanitanya, yang bernama Suni. Aku labrak dan maki ia habis-habisan. Aku lupa dengan rasa malu, karena saat itu memang di bagian personalia kantor,, dan ramai-ramai orang memperlakukanku dengan Suni serupa pertunjukan. Aku tetap saja tak peduli, sampai ia datang dan menyeret lenganku dengan cukup kasar.
            “Mamah apa-apaan seperti ini? Bikin malu saja, ini di kantor” bentakmu dengan nada yang tak pernah kukenal, benar-benar marah.
            “Ayah yang apa-apan, selama dua hari tidak pulang, pasti ngandang  dengan pelacur bernama Suni itu kan?” ucapku tanpa rasa hormat. Aku begitu panas dan geram, lalu kutinggalkan ia dan pelacur itu, serta para penonton yang menyamakan aku sebagai lakon utama dalam pertunjukan.
***
           

Sejak saat itu, aku begitu membenci suamiku dan manusia yang berjenis kelamin sama dengannya. Aku telah ia buang begitu saja, aku telah ia kecewakan begitu mendalam, tak berarti apa-apa hidupku lagi, serasa tak ingin aku meneruskan penghinaan ini, karena bagi seorangku, tiada pelecehan selain menduakan aku dengan cara yang tidak halal.
            Berhari-hari aku mendiamkan suamiku, acuh tanpa sapa, begitu pula dengan anak-anakku. Aku larang mereka mendekati suamiku, aku takut mereka akan tertular penyakitnya. Karena ia adalah seorang pesakitan seksual.
            Di minggu pagi, aku melihatnya tengah duduk bersantai dengan Zyan dan Zyafa, tertawa lepas tanpa menghiaraukan perasaanku. Niat burukku tiba-tiba muncul, membara dengan lukanya. Aku mengambil pisau yang biasa aku gunakan untuk memsak, yang telah aku pertajam. Lalu aku mendekati mereka, dan ,,,,,,,,
”Clep-Clep,,, ahkkkhhh”
            “Mamah, apa yang mamah lakukan?” suamiku berteriak histeris. Aku hanya  menjawabnya dengan singkat.
            “Aku tak ingin mereka sepertimu ketika dewasa nanti, menyakiti jiwa perempuan”
            “Mamah, dengarkan dulu”
            Aku tak mampu mendengar ucapannya lagi, satu tusukan kemudian telah  mendarat di perutku. Tetes demi tetes darah mengalir hingga membasahi wajahku. Hanya satu yang mampu aku rasakan, ciumanmu dikeningku dengan penuh rasa sayang. Dan menitipkan pesan bahwa semua kecurigaanku tidak benar dan semata hanya kesengajaan yang kau suguhkan untuk menguji cintaku, karena kau juga terbakar cemburu, oleh kabar yang kau dengar. Aku dan kamu berpisah dengan penyesalan, dengan kecemburuan yang fatal. Tapi penuh dengan cinta.























Ghani0369





BIODATA PENULIS


·  Cinung Azizy yang bernama Lengkap   Siti Nur Azizah, lahir di Cilacap, 19 September 1991, adalah Mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Purwokerto. Karyanya terantologikan dalam Antologi Cerpen Lelaki yang Dibeli (STAIN Press, 2011), Antologi Puisi Pilar Penyair (Obsesi Press, 2011) Beberapa karyanya (cerpen remaja dan cerita anak) pernah dimuat di beberapa media seperti Tabloid Poin, Majalah An-Nur, Majalah Mayara, Soloposs, Radar Banyumas.
Menjadi Juara 1 Lomba Karya Tulis Ilmiah Tingkat Nasional dalam bidang Ekonomi 2011 yang diadakan di Universitas Wahid Hasyim Semarang. Juara 2 Lomba Esai Tingkat Nasional dengan Tema, Konservasi Lingkungan Berbasis Qur,ani  yang diadakan di Universitas Jenderal Soedirman 2011, Juara 3 Lomba Karya Tulis Ekonomi Islam Tingkat Nasional di Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto. Juara Harapan I LKT Ekonomi Syariah Tingkat Nasional Secment 3rd 2010 di Universitas Negeri Semarang, serta Juara Harapan II Lomba Karya Tulis Ilmiah Se-Jawa tentang Kearifan Lokal 2010 di Universitas Sebelas Maret Surakarta.
 Kini aktif menjadi penghuni RUMAH AJAIB, komunitas penulis dan peneliti sastra dan dunia anak di Purwokerto. Serta tergabung dalam sekolah kepenulisan di STAIN Purwokerto dan KSEI (Komunitas Study  Ekonomi Islam) di STAIN Purwokerto.
Alamat                        : Pon_Pes Al-Hidayah, Jl. Letjend Pol soemarto
 Karang Suci Purwokerto 53126
Email              : Cinunk_Azizy@yahoo.com
Hp                   : 089665560077
No. Rek          : 6673 Unit Bantarsari Ciilacap
                                    6673-01-007818-53-4
                                    Atas nama Siti Nur Azizah.


































Tidak ada komentar:

Posting Komentar