Semangat.....

Success Will Never come to you but you must search it.....

Rabu, 22 Februari 2012

Cerpen Anak

Sebutir Biji Semangka

          Namaku Ardian. Aku mempunyai satu kejadian yang benar-benar tak bisa aku lupakan sampai sekarang. Saat itu, aku masih duduk di bangku kelas 3, walau aku masih kecil, tapi aku bisa mengingat kejadian itu dengan jelas sampai sekarang. Ini adalah memang kejadian yang berkaitan dengan tetangga jauhku.
            Aku biasa memanggilnya dengan panggilan engkong,  karena ia memang sudah tua. Engkok bagi bahasa kami berarti kakek. Namanya sendiri aslinya adalah Aminudin. Ngkong adalah tukang kebun orang tuaku. Ia tak pernah kulupakan, sosok menyeramkan yang berani menampar mukaku dengan kasar. Walau aku mengakui sejak engkong menampar mukaku, aku berubah banyak.
            Aku tidak lagi pemboros, nakal dan semaunya saja. Sebelum kejadian itu, kata teman-teman aku adalah anak yang sombong, karena memang orang tuaku kaya, mempunyai mobil tiga, rumah mewah, dan perkebunan yang luas. Aku dulu memang selalu memilih-milih teman, jika ia tidak sepadan denganku, aku tentu saja tidak mau.
            Pernah suatu ketika aku melakukan hal yang membuatku malu hingga saat ini, pada suatu sore yang mendung aku berpapasan dengan anak-anak di samping rumahku, tentu saja mereka adalah anak dari keluarga yang miskin, aku menghinanya saat itu.
            Aku memanggil mereka semua dan aku kumpulkan di belakang halaman rumahku. Kusebarkan uang rupiahan yah, kira-kira jumlahnya ada sekitar dua puluh ribu. Saat itu, aku merasa sangat gembira, melihat mereka berebutan. Ketika itulah engkong melihatku dan medekatiku, lalu menampar mukaku. Aku terbelalak kaget. Bisa saja aku langsung menangis berteriak dan mengadu pada ayah dan ibu, namun anehnya aku seperti tersihir dan ketakutan, dan justru sangat nurut dengan engkong ketika ia menuntunku dan membawaku kerumahnya. Saat itu, memang engkong tampak seperti orang yang berjubah di mataku.
            Ketika sampai di rumahnya, aku langsung disuruhnya duduk, sekilas mataku melirik kanan-kiri terlihat rumahnya yang sangat bersih.yah pantas saja namanya juga tukang kebun, kerjanya kan bersih-bersih. Pikiran jailku muncul kembali.
            Tak lama kemudian, hujan turun. Aku ingin sekali pulang dan berlari menembus hujan itu.lalu mengadukan kejadian ini pada ayah.  Tapi sekali lagi, engkong na,pak menyeramkan dan berjubah lalu menahanku untuk segera berlari. Hujan turun agak deras, bahkan kilatpun menyambar-nyambar. Aku telah lebih dari tiga puluh menit di rumah engkong, tepat di pukul 15030, hujan telah kembali reda, aku menatap engkong yang sejak tadi duduk tenag di depanku dan membolak-balik buku tebal. Aku ingin mengucapkan sesuatu, tapi serasa mulutku terkunci. Akhirnya, engkong menangkap gelagat anehku, yang ia tahu aku menahan sesuatu. Lalu ia berkata, dan sambil melirik mataku tajam,
            “Sebentar lagi, engkong akan mengantarkanmu, Ardian”
            Aku hanya mengangguk lesu, lalu engkok meneruskan ucapannya lagi,
            “Tapi, sebelum kamu engkong antar pulang, engkong ingin menunjukan sesuatu padamu,”
            Lalu, ia mengambil sebuah kotak dan menunjukannya padaku. Setelah dibuka, ternyata isinya adalah biji semangka.
            “Ayo ikut dengan Engkong” ajaknya, aku hanya menurut saja, ternyata ia membawaku ke kebunnya di belakang rumah, terhampar macam-macam tanaman hidup, dan juga ada kawasan untuk buah semangka.
            “Kau lihat buah semangka itu, dulunya adalah hanya sebutir biji-bijian kering seperti ini,” ucap Engkong sambil menunjukan biji semangkanya kembali.
            “Namun, dari biji-bijian ini, aku menanamnya dengan kasih sayang, aku merawatnya da selalu memperhatikannya, pokoknya merawat sebagaimana mestinya. Sekarang, biji-bijian ini telah berubah menjadii buah yang sangat segar” aku hanya diam, lalu engkong menggandeng tanganku dan mengantarkanku pulang.
            “Ambilah pelajaran dari biji semangka itu. Jika kau hanya menaruhnya dalam kotak, ia akan kering, jika kau melemparnya sembarangan ia akan tubuh kerdil dan menjadi buah yang tidak manis bahkan bisa saja tidak tumbuh, namun jika kamu senantiasa merawat, ia akan tumbuh dan segara. Begitu pula uang orang tuamu, jangan kau gunakan untuk hal yang tidak bermanfaat, apalagi kamu sebar sembarangan. Lagi pula menghina orang miskin  dengan cara seperti yang kamu lakukan tadi adala perbuatan tercela”
            Sungguh aku merasa malu.
            Engkong walau aku kini sudah duduk di bangku kelas lima, namun aku tetap tidak melupakanmu dan kejadian itu. Terimakasih engkong.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar