Di Muat di Soloppos Minggu, 28 Februari 2010
Arin dan
Winda adalah saudara yang selalu rukun dan kompak. Mereka selalu bermain
bersama, berbagi apapun yang mereka punya dan belajar selalu bersama, Ibu
selalu memberikan apapun yang sama untuk mereka. Dua hari berlalu, semenjak Ibu
membelikan bantal cantik hadiah ulang tahun untuk Arin. Sikap Winda berubah,
menjadi pendiam dan lebih suka sendiri. tidak seperti biasanya setiap hari
libur Winda selalu bermain dengan Arin, pergi ke taman pun selalu bersama.
Winda merasa Ibunya lebih menyayangi
Arin daripada dirinya, karena membelikan hadiah ulang tahun yang lebih besar
dan lebih indah. Arin memamerkan hadiah ulang tahunnya di hadapan Winda.
”Bantal hadiah Arin bagus, kan Kak?”
Winda menjadi tambah sebel teringat
saat ulang tahunnya dulu. Mula-mula ia sangat senang dengan kado yang diberikan
Ibunya. Kado berupa bantal cantik untuk teman tidurnya, karena ia berpikir kado
yang akan diberikan saat ulang tahun Arin pasti akan sama dengan kado yang diberikan
padanya. Karena selama ini, Ibu selalu memberikan kado yang hampir sama. Namun,
kali ini berbeda dengan biasanya, kado ulang tahun Arin lebih indah dari kado
yang diberikan Ibunya dulu, ukurannya jauh lebih besar, bentuknya pun sangat
indah, ia juga tidak mendapat tas cantik seperti yang Ayah janjikan kepada
Arin.
Winda merasa sangat kesal, sehingga
hanya diam ketika Arin mengajak bermain, ketika Arin kesusahan mengerjakan PR
pun tak seperti biasanya selalu membantu dan mengajarinya dengan sabar
”Kak, Arin
tidak bisa mengerjakan soal nomor tiga.”
”Kakak lagi sibuk, Arin belajar sendiri saja,” jawab Winda dengan muka cemberut.
Hingga satu minggu berlalu, sikap Winda masih sama, wajahnya terlihat muram. Saat makan malam Winda hanya diam, tak seperti biasanya yang selalu ceria dan banyak komentar dengan sikap adiknya yang jail.
”Kakak lagi sibuk, Arin belajar sendiri saja,” jawab Winda dengan muka cemberut.
Hingga satu minggu berlalu, sikap Winda masih sama, wajahnya terlihat muram. Saat makan malam Winda hanya diam, tak seperti biasanya yang selalu ceria dan banyak komentar dengan sikap adiknya yang jail.
“Bu Kak
Winda kenapa? Kok sekarang tidak mau bantu Arin mengerjakan PR?” tanya Arin
”Mungkin Kak
Winda capek,” jawab Ibu dengan lembut.
”Tapi Kak Winda juga tidak mau diajak main di taman dan jadi pendiam.”
”Ya sudah nanti Ibu tanya sama Kak Winda.”
”Tapi Kak Winda juga tidak mau diajak main di taman dan jadi pendiam.”
”Ya sudah nanti Ibu tanya sama Kak Winda.”
***
Keesokan
harinya, Ibu mendekati Winda yang sedang asyik membaca buku cerita. Melihat
kedatangan Ibu Winda hanya diam pura-pura tidak tahu. Ia masih sebel dengan
Ibunya.
”Winda kenapa
kamu akhir-akhir ini kok murung,” tanya Ibu dengan lembut.
”Winda benci sama Ibu! Kenapa Ibu dan Ayah lebih menyayangi Arin daripada Winda?”
”Ibu sangat menyayangi kalian berdua, karena kalian adalah harta Ibu.”
”Tapi kenapa membelikan hadiah ulang tahun lebih besar buat Arin?” tanya Winda kesal,
”Winda benci sama Ibu! Kenapa Ibu dan Ayah lebih menyayangi Arin daripada Winda?”
”Ibu sangat menyayangi kalian berdua, karena kalian adalah harta Ibu.”
”Tapi kenapa membelikan hadiah ulang tahun lebih besar buat Arin?” tanya Winda kesal,
Setelah mengetahui alasan kemarahan
Winda, Ibu menyuruh Arin untuk menukar bantalnya dengan bantal Kak Winda.
Setelah Winda memakai bantal hadiah ulang tahun Arin yang lebih indah dan besar
mula-mulanya ia sangat senang, karena keinginannya tercapai.
Pada pagi harinya saat ia bangun tidur kepalanya terasa pegal-pegal dan pusing. Karena semalam suntuk ia tertidur dengan posisi tidak nyaman. Karena bantalnya lebih besar dari ukuran kepalanya. Lalu ia mengembalikan bantalnya pada Arin, sekarang ia mengerti kalau Ibu juga sangat menyayanginya. Ibu memberikan hadiah sesuai ukurannya. Dari bantal itulah Winda bisa belajar keadilan bahwa suatu yang adil tidaklah harus sama rata tapi sesuai kebutuhan kita.
Pada pagi harinya saat ia bangun tidur kepalanya terasa pegal-pegal dan pusing. Karena semalam suntuk ia tertidur dengan posisi tidak nyaman. Karena bantalnya lebih besar dari ukuran kepalanya. Lalu ia mengembalikan bantalnya pada Arin, sekarang ia mengerti kalau Ibu juga sangat menyayanginya. Ibu memberikan hadiah sesuai ukurannya. Dari bantal itulah Winda bisa belajar keadilan bahwa suatu yang adil tidaklah harus sama rata tapi sesuai kebutuhan kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar